Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit
dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi
sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia (Departemen Perindustrian,
2007). Industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis,
karena berhubungan dengan sektor pertanian (agro based industry) yang
banyak ber-kembang di negara negara tropis seperti Indonesia, Malaysia, dan
Thailand.
Hasil industri minyak kelapa sawit bukan hanya minyak goreng saja,
tetapi juga bisa digunakan sebagai bahan dasar industri lainnya seperti
industri makanan, kosmetika, dan industri sabun (Departemen Perindustrian,
2007). Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman salah satu aspek
agronomi yang sangat berperan adalah pembibitan. Produktivitas yang tinggi
berawal dari kualitas bibit yang baik. Demikian halnya dengan komoditi kelapa
sawit, komoditi yang tengah menjadi primadona ini diharapkan mampu memberikan keuntungan
ekonomis bagi petani Indonesia. Pahan (2011) menyatakan bahwa investasi yang
sebenarnya bagi perkebunan komersial terletak pada bahan tanaman (benih/bibit)
yang akan ditanam, karena merupakan sumber keuntungan pada perusahaan kelak. Aplikasi
fungi mikoriza arbuskular (FMA) pada akar tanaman kelapa sawit akan
menghasilkan simbiosis mutualisme antara kelapa sawit dengan FMA.
Pada simbiosis
tersebut hifa FMA akan membantu akar kelapa sawit dalam meningkatkan serapan
unsur fosfor (P) pada masa pembibitan. Peningkatan serapan unsur P pada awal
pertumbuhan diharapkan mampu membantu serapan unsur P pada pertumbuhan kelapa
sawit selanjutnya. Hal ini karena infeksi FMA pada bibit kelapa sawit akan
memperbaiki sistem morfologi dan arsitektur akar sehingga terjadi peningkatan
penyerapan unsur P yang secara umum tidak mudah bergerak atau tersedia dalam
tanah masam. Menurut Sieverding (1991), proses kolonisasi FMA akan mudah
terjadi pada akar-akar dengan permeabilitas membran yang tinggi. Efektivitas
FMA selain tergantung dari jenis FMA juga sangat tergantung dari jenis tanaman
dan jenis tanah serta interaksi antara ketiganya (Brundrett dkk., 1996). Setiap
jenis tanaman memberikan respons yang berbeda terhadap FMA, demikian juga
dengan jenis tanah yang berhubungan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah.
Keefektifan FMA ditentukan oleh karakteristik FMA yaitu kemampuan untuk
menginfeksi akar secara cepat agar simbiosis sudah terbentuk saat umur tanaman
masih relatif muda. Menurut Heijden (2001) yang dikutip oleh Muzakkir (2011),
efektivitas FMA bergantung pada kompatibilitas antara fungi dan tanaman. Oleh
karena itu, variasi genetik tanaman maupun fungi mempengaruhi efektivitas
simbiosis.
Oleh sebab itu, apabila kolonisasi telah terjadi dengan baik maka
akan terjadi simbiosis mutualistik untuk pertumbuhan tanaman dan FMA. Simbiosis
FMA dengan akar dapat meningkatkan kemampuan tanaman menyerap unsur hara makro,
terutama unsur fosfat (P), maupun unsur hara mikro dari dalam tanah (Gunawan, 1993). Hal ini karena benang-benang
hifa FMA memiliki akses dan jangkauan lebih luas dalam mengeksploitasi nutrisi
di dalam tanah (Smith dan Read, 2008). Selain aplikasi FMA, upaya lain yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas bibit pada pembibitan kelapa sawit
adalah pemberian bahan organik. Usaha untuk meningkatkan kandungan C organik
tanah yaitu dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah. Kompos adalah bahan
organik yang berasal dari bermacam-macam sumber yang telah mengalami proses
dekomposisi di bawah kondisi mesofilik dan termofilik (Sutanto, 2002).
Kompos merupakan
salah satu sumber pupuk organik bagi tanaman. Telah terbukti penggunaan kompos
hingga takaran tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman. Karbon merupakan
komponen paling besar dalam bahan organik sehingga pemberian bahan organik akan
meningkatkan karbon tanah. Tingginya karbon tanah ini akan mempengaruhi sifat
tanah menjadi lebih baik secara fisik, kimia, dan biologi (Utami, dan
Handayani, 2003). Sieverding (1991) menyatakan adanya tambahan bahan organik
akan meningkatkan jumlah mikoriza akibat peningkatan aerasi tanah. Pada
dasarnya kandungan bahan organik dalam tanah dapat ditingkatkan dengan
pemberian pupuk organik. Bahan organik akan meningkatkan kinerja FMA, karena
karena pemberian bahan organik akan membuat aerasi dan perakaran tanaman
menjadi lebih baik, serta eksudat yang dibutuhkan FMA tersedia. Hal ini akan
memberikan kesempatan yang lebih tinggi bagi FMA untuk bersimbiosis dengan
tanaman. Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu dilakukan pengujian untuk
mencari jenis mikoriza, dan dosis bahan organik yang tepat pada pembibitan
kelapa sawit.
Untuk selengkapnya silahkan klik DISINI